Agama memiliki peran penting dalam kehidupan manusia, menjadi sumber nilai-nilai moral, spiritualitas, dan identitas bagi miliaran orang di seluruh dunia. Namun, sejarah menunjukkan bahwa agama juga kerap kali disalahgunakan untuk membenarkan konflik, kekerasan, dan peperangan. Dalam konteks dunia modern yang kompleks dan penuh tantangan, pesan perdamaian dan persaudaraan menjadi sangat mendesak. Paus Fransiskus dengan tegas menekankan bahwa agama tidak boleh menjadi alat untuk menghasut perang, kebencian, permusuhan, ekstremisme, maupun kekerasan.
Agama Sebagai Penyatu, Bukan Pemecah
Paus Fransiskus, dalam banyak kesempatan, telah menggarisbawahi bahwa tujuan utama agama adalah mempromosikan perdamaian dan persatuan di antara manusia. Dalam Dokumen tentang Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama yang ditandatangani bersama Grand Imam Ahmad Al-Tayyeb, Paus menegaskan bahwa agama harus menjadi sarana untuk menyatukan umat manusia. Agama tidak boleh, dalam kondisi apapun, dijadikan pembenaran untuk sikap kebencian atau tindakan kekerasan. Kekerasan atas nama agama merupakan penyimpangan dari nilai-nilai luhur yang sebenarnya terkandung dalam ajaran agama.
Manipulasi Agama dalam Sejarah
Sejarah mencatat bahwa agama sering digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan politik dan kekuasaan. Dalam banyak perang dan konflik, agama digunakan untuk memobilisasi massa, menciptakan rasa superioritas kelompok, dan memecah belah masyarakat. Namun, Paus Fransiskus menegaskan bahwa tindakan-tindakan ini bukan cerminan sejati dari ajaran agama. Kekerasan, permusuhan, dan ekstremisme yang mengatasnamakan agama adalah hasil dari manipulasi politik dan penyalahgunaan agama oleh kelompok-kelompok tertentu. Ajaran agama yang sebenarnya mengajarkan kasih, pengampunan, dan perdamaian.
Bahaya Nasionalisme dan Populisme yang Dibungkus Agama
Paus juga memperingatkan akan bahaya bentuk nasionalisme, etnosentrisme, dan populisme yang dibungkus dalam konteks agama. Nasionalisme dan populisme sering kali mengarah pada pengucilan atau penindasan kelompok lain, yang bertentangan dengan semangat persaudaraan universal yang diajarkan oleh banyak agama. Agama, yang seharusnya menjadi alat untuk mempererat tali persaudaraan, justru dipelintir menjadi pemicu kebencian terhadap kelompok yang berbeda.
Panggilan untuk Menjadi Pembawa Perdamaian
Dalam dunia yang terus-menerus dilanda oleh konflik dan ketegangan, peran agama menjadi semakin penting. Agama-agama di seluruh dunia harus bersatu dalam misi mereka untuk mempromosikan perdamaian, kasih sayang, dan solidaritas. Paus Fransiskus mengajak umat beriman untuk menjadi artisans of peace atau "pembuat perdamaian." Meski dunia di sekitar kita dipenuhi dengan kekerasan, umat beragama harus tetap teguh dalam visi mereka untuk menciptakan dunia yang lebih damai.
Pesan perdamaian ini bukan hanya ditujukan kepada para pemimpin agama, tetapi juga kepada semua umat beragama. Setiap individu memiliki tanggung jawab untuk tidak terlibat dalam retorika kebencian atau kekerasan. Sebaliknya, kita diajak untuk menjadi teladan dalam menunjukkan bahwa cinta kasih dan pengampunan adalah jalan menuju perdamaian sejati.
Membangun Dunia yang Lebih Baik Melalui Agama
Agama tidak boleh digunakan sebagai alat untuk membenarkan kekerasan atau peperangan. Paus Fransiskus secara tegas menyerukan agar kita semua bekerja sama untuk memastikan bahwa agama digunakan untuk menyatukan umat manusia, bukan memecah belah. Di dunia yang terancam oleh konflik dan ketegangan, agama harus menjadi cahaya yang membimbing kita menuju perdamaian dan persaudaraan.
Dengan menjadikan ajaran agama sebagai pedoman dalam membangun dunia yang lebih damai, kita dapat membantu menciptakan masa depan di mana manusia hidup bersama dalam harmoni, terlepas dari perbedaan agama, budaya, atau kebangsaan. Sebagai umat beragama, tanggung jawab kita adalah memastikan bahwa pesan cinta kasih dan perdamaian selalu menjadi pusat dari tindakan dan perkataan kita, sehingga kita dapat mewujudkan impian Tuhan akan persaudaraan universal bagi seluruh umat manusia.
Disarikan dari Vatican News