Dalam homilinya pada Yubileum Orang Sakit dan Tenaga Kesehatan yang berlangsung pada 5 dan 6 April, Paus Fransiskus menyampaikan pesan yang menyentuh hati dan penuh harapan: Allah tidak menunggu hidup kita menjadi sempurna sebelum campur tangan di dalamnya. Sebaliknya, kata Paus, “Ia masuk ke dalam luka-luka kita. Ia mengetuk pintu kita, bukan meskipun kita menderita, tetapi karena penderitaan itu.”
Pernyataan ini mencerminkan kedalaman kasih Allah yang tidak bersyarat. Dalam kehidupan yang sering diwarnai luka, kegagalan, kelemahan, dan penderitaan, banyak orang merasa tidak layak atau tidak cukup baik untuk mengalami kehadiran Tuhan. Namun, Paus Fransiskus justru menegaskan bahwa penderitaan bukanlah penghalang bagi kasih Tuhan, melainkan pintu masuk bagi belas kasih-Nya.
Paus mengajak umat beriman untuk merenungkan kisah-kisah dalam Kitab Suci, seperti pengalaman bangsa Israel yang berada dalam pembuangan dan perempuan berdosa yang dikutuk oleh masyarakatnya. Dalam momen-momen itulah, terang harapan justru menyala. Tuhan hadir di tengah kehancuran, menjangkau yang terpinggirkan, dan memulihkan yang terluka.
“Allah tidak mencari kesempurnaan kita,” ujar Paus. “Ia mencari hati kita bahkan yang remuk sekalipun. Justru di sanalah kasih-Nya bekerja paling kuat.”
Paus juga mengingatkan bahwa dalam luka-luka hidup, dalam sakit, kegagalan, atau bahkan dosa, ada ruang untuk perjumpaan yang intim dengan Allah. Ketika manusia merasa paling rapuh, justru saat itulah Tuhan paling dekat.
Pernyataan ini menjadi ajakan untuk tidak menyembunyikan luka, melainkan membawanya ke hadapan Tuhan. Dalam luka yang diakui, ada kekuatan untuk disembuhkan. Dalam penderitaan yang diserahkan, ada kasih yang menyelamatkan.
Melalui pesan ini, Paus Fransiskus memberi penghiburan dan kekuatan bagi mereka yang merasa tertinggal, terluka, atau tak layak. Ia membuka harapan bahwa Allah bukan hanya menunggu kita di puncak keberhasilan, tetapi hadir, menyentuh, dan tinggal di tengah kelemahan kita.
Disarikan dari Vatican News