Kembali
Dimensi Penting dari Adorasi: Kembali kepada Inti Iman Kristiani
Waktu Terbit 04 Mei 2025
Penulis Rosa Tri Setiani

“Kita telah kehilangan kebiasaan untuk beradorasi... Mari kita temukan kembali keindahan doa dalam adorasi.” – Paus Fransiskus, Epifani 2024

Dalam kehidupan Gereja Katolik, adorasi bukan sekadar bentuk doa tambahan, melainkan inti dari relasi pribadi dengan Allah. Adorasi adalah sikap rohani yang mengakui kehadiran Allah yang kudus dan transenden, dan pada saat yang sama mengungkapkan cinta serta kerinduan terdalam jiwa manusia kepada Penciptanya.

Apa Itu Adorasi?

Adorasi berarti menyembah, memuji, dan memuliakan Allah semata-mata karena siapa Dia bukan hanya karena apa yang telah Dia lakukan bagi kita. Dalam tradisi Katolik, adorasi sering kali dilakukan di hadapan Sakramen Mahakudus, yakni Tubuh Kristus yang hadir secara nyata dalam rupa roti. Namun lebih dari sekadar ritual, adorasi adalah tindakan iman yang membuka hati untuk dipenuhi kasih dan kebenaran Allah.

Mengapa Adorasi Penting?

Paus Fransiskus dalam berbagai homilinya menegaskan bahwa adorasi adalah “dimensi penting dari misi Gereja dan kehidupan umat beriman.” Adorasi mengarahkan kembali hidup kita kepada Allah di tengah dunia yang serba sibuk dan penuh gangguan. Ia menumbuhkan keheningan, kepekaan rohani, dan penyembuhan batin.

Adorasi juga memperdalam iman dan memperbarui semangat pelayanan. Ketika seseorang berlutut di hadapan Tuhan dalam keheningan adorasi, ia disadarkan akan kasih Allah yang besar dan dipanggil untuk membagikan kasih itu kepada sesama.

Adorasi sebagai Dinamika Kasih

Menurut spiritualitas Ignasian yang sering dikutip oleh Paus Fransiskus, kontemplasi bukanlah pelarian dari dunia, tetapi dinamika kasih yang membantu kita “tinggal lebih dalam” dalam kehidupan sehari-hari. Adorasi bukan menjauhkan kita dari kenyataan hidup, melainkan memperkuat kita untuk menghayati hidup dengan lebih penuh makna, kelembutan, dan kesadaran akan kehadiran Allah dalam segala hal.

Tantangan Zaman Ini

Dalam homilinya untuk Epifani 2024, Paus Fransiskus mengungkapkan keprihatinannya bahwa praktik adorasi mulai terabaikan. Dalam dunia modern yang serba cepat dan cenderung materialistis, ada bahaya bahwa umat hanya sibuk “melakukan” banyak hal tetapi lupa “menjadi” hamba yang mendengarkan dan menyembah. Tanpa adorasi, hidup rohani menjadi dangkal dan mudah terombang-ambing oleh godaan duniawi.

Menghidupkan Kembali Semangat Adorasi

Gereja dan umatnya dipanggil untuk kembali kepada akar, yaitu relasi mendalam dengan Tuhan dalam doa yang hening dan penuh hormat. Komunitas-komunitas Katolik diundang untuk lebih membuka ruang bagi adorasi Sakramen Mahakudus, terutama dalam keheningan, sebagai bagian dari pembaruan hidup rohani.

Masing-masing pribadi pun diajak untuk meluangkan waktu di hadapan Tuhan, bukan hanya untuk memohon, tetapi untuk hadir, mencintai, dan dikasihi.

Kesimpulan
Adorasi bukanlah kewajiban tambahan, melainkan napas kehidupan rohani. Di dalam adorasi, umat Katolik menemukan kekuatan, penghiburan, dan pengutusan. Paus Fransiskus telah memberikan teladan dengan hidup doa yang mendalam dan teguh. Kini, giliran kita untuk menjawab panggilan yang sama: kembali beradorasi, kembali kepada Tuhan.

 

Disarikan dari Vatican News