Wafatnya Paus Fransiskus menjadi duka mendalam bagi umat Katolik dan dunia. Namun lebih dari sekadar kehilangan seorang pemimpin Gereja, dunia juga kehilangan sosok yang menjadi lambang kerendahan hati dan kesederhanaan yang langka. Dalam hidup dan pelayanannya, Paus Fransiskus adalah cermin kasih Kristus yang nyata, yang hadir dalam kelembutan, pelayanan tanpa pamrih, dan keberpihakan pada mereka yang terpinggirkan.
Paus yang Memilih Sederhana
Sejak awal kepausannya, Paus Fransiskus telah menunjukkan bahwa ia berbeda. Ia menolak tinggal di Istana Apostolik yang megah dan memilih menetap di Domus Sanctae Marthae, sebuah rumah tamu yang sederhana di Vatikan. Ia menolak mengenakan jubah-jubah yang mewah, memilih pakaian yang sederhana, bahkan sepatu lamanya tetap digunakan. Hal ini bukan sekadar simbol, tetapi wujud dari sikap batin yang penuh kerendahan hati.
Suara bagi yang Tak Didengar
Kerendahan hati Paus Fransiskus tampak jelas dalam keberaniannya bersuara bagi mereka yang dilupakan: para pengungsi, kaum miskin, orang sakit, narapidana, dan mereka yang tertolak oleh masyarakat maupun oleh sebagian Gereja sendiri. Ia mengunjungi kamp pengungsi, mencuci kaki para narapidana saat Kamis Putih, dan membuka dialog dengan berbagai kalangan yang seringkali diabaikan.
Dalam satu homilinya ia berkata, “Gereja harus menjadi seperti rumah sakit di medan perang menyembuhkan luka, bukan menghakimi.” Kalimat ini menggambarkan roh dari seluruh pelayanannya.
Kesaksian dalam Diam dan Doa
Paus Fransiskus adalah pemimpin yang tidak mencari sorotan, tetapi membiarkan hidupnya bersinar melalui perbuatan. Ia kerap meminta doa dari umat, mengatakan dengan rendah hati: “Jangan lupa mendoakan saya.” Bahkan dalam kelemahan fisik yang ia alami menjelang akhir hayatnya, beliau tetap melayani dengan setia dan penuh kasih.
Warisan Kerendahan Hati
Kini, saat dunia mengenangnya, warisan terbesar Paus Fransiskus bukan hanya dokumen-dokumen penting atau reformasi yang ia lakukan, tetapi hati yang menginspirasi. Ia mengajarkan bahwa menjadi besar bukanlah tentang kekuasaan, melainkan tentang menjadi kecil di hadapan Tuhan dan sesama.
Sebagaimana Kristus yang datang untuk melayani, bukan untuk dilayani, demikianlah hidup Paus Fransiskus menjadi contoh hidup Injil yang sejati. Semoga teladan kerendahan hatinya terus menyala dalam Gereja dan dalam hati setiap orang yang pernah disentuh oleh kasihnya.
Disarikan dari Vatican News