Kembali
Hiduplah dengan Belas Kasih, Bukan Kekakuan: Sebuah Undangan untuk Menjadi Cermin Kasih Tuhan
Waktu Terbit 05 April 2025
Penulis Rosa Tri Setiani

Dalam kehidupan yang serba cepat, penuh tekanan, dan sering kali dipenuhi oleh tuntutan kesempurnaan, kita mudah jatuh ke dalam perangkap kekakuan hati: terlalu cepat menghakimi, terlalu keras terhadap kesalahan orang lain, dan terlalu sibuk untuk mengenali kelemahan diri sendiri. Namun di tengah semua itu, panggilan Injil justru mengundang kita untuk hidup dengan belas kasih  bukan dengan kekakuan hukum, kebekuan hati, atau keangkuhan rohani.

Belas Kasih: Jalan yang Diajarkan Kristus

Yesus sendiri menunjukkan kepada kita jalan belas kasih dalam setiap langkah hidup-Nya. Ia tidak menjauhi pendosa, tetapi justru mendekat, menyentuh, memulihkan, dan mengangkat mereka yang terjatuh. Ia tidak menuntut kesempurnaan sebelum mencintai, melainkan mengasihi terlebih dahulu agar terjadi pertobatan.

Dalam kisah perempuan yang tertangkap berzinah, Yesus tidak langsung menghakimi. Ia justru mengundang para penuduh untuk merenungkan dosa mereka sendiri: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu.” Ini adalah teguran lembut yang menyadarkan bahwa kita semua adalah manusia rapuh yang membutuhkan rahmat.

Jujur terhadap Diri Sendiri

Sering kali kita lebih mudah melihat kesalahan orang lain daripada menyadari kekurangan diri sendiri. Namun, hidup dengan belas kasih dimulai dari kejujuran pribadi: pengakuan bahwa kita pun belum sempurna, bahwa kita pun jatuh, dan bahwa kita pun memerlukan pengampunan. Hanya dengan kesadaran ini, kita bisa bersikap rendah hati dan tidak tergesa-gesa menghakimi orang lain.

Belas kasih tidak berarti menutup mata terhadap kesalahan, tetapi mengusahakan pemulihan, bukan penghancuran. Itu berarti mengatakan kebenaran dengan kasih, dan menghukum bukan untuk menghukum, tetapi untuk membimbing kembali.

Menghormati Setiap Pribadi

Setiap orang, siapa pun dia entah yang kita setujui atau tidak, yang hidupnya lurus atau penuh luka adalah pribadi yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Menghormati orang lain berarti mengakui martabat ilahi dalam diri mereka. Kita diajak untuk tidak memperlakukan siapa pun sebagai objek, sebagai “yang berdosa”, “yang gagal”, atau “yang lain”, tetapi sebagai saudara dan saudari yang sedang berjalan dalam proses pertumbuhan yang sama seperti kita.

Membuka Hati terhadap Pengampunan Tuhan

Tuhan tidak pernah lelah mengampuni. Masalahnya, sering kali kitalah yang lelah untuk meminta ampun, atau bahkan tidak siap menerima kasih-Nya karena merasa tidak layak. Namun belas kasih Tuhan bukan untuk mereka yang layak, melainkan untuk semua yang bersedia membuka hati. Dalam setiap luka, dalam setiap kegagalan, Tuhan mengetuk hati kita dengan kelembutan, bukan dengan bentakan. Ia ingin membebaskan, bukan menekan; memulihkan, bukan mempermalukan.

Penutup: Menjadi Cermin Kasih-Nya

Dalam dunia yang begitu mudah saling menyerang, membatalkan, dan menghakimi, kita dipanggil untuk menjadi cermin dari kasih dan belas kasih Tuhan. Hiduplah dengan belas kasih, bukan kekakuan. Jujurlah dengan diri sendiri sebelum menghakimi orang lain. Perlakukan setiap orang dengan hormat dan kasih. Bukalah hati terhadap pengampunan dan rahmat yang Tuhan tawarkan setiap hari. Karena pada akhirnya, kita tidak akan dihakimi berdasarkan seberapa keras kita menilai orang lain, tetapi seberapa dalam kita mencintai mereka.

 

Disarikan dari Vatican News