Paus Fransiskus dikenal dunia bukan hanya karena perannya sebagai Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik, tetapi karena kesederhanaannya yang menyentuh hati umat manusia lintas agama dan budaya. Sejak awal masa kepausannya, ia telah memberi tanda bahwa pelayanannya akan berbeda penuh kasih, dekat dengan orang kecil, dan jauh dari kemewahan yang sering melekat pada jabatan tinggi.
Setelah terpilih sebagai Paus pada tahun 2013, Jorge Mario Bergoglio menolak tinggal di Istana Apostolik Vatikan. Ia lebih memilih Domus Sanctae Marthae, sebuah rumah tamu sederhana, di mana ia bisa hidup lebih dekat dengan para imam dan staf Vatikan. Ia juga sering terlihat berjalan kaki atau menggunakan mobil kecil Fiat, ketimbang kendaraan mewah resmi yang tersedia untuknya.
Kesederhanaannya bukan sekadar simbolik, melainkan bagian dari cara hidup yang lahir dari spiritualitas mendalam. Sebagai mantan Uskup Agung Buenos Aires, ia biasa menggunakan angkutan umum, tinggal di apartemen kecil, dan memasak makanannya sendiri. Gaya hidup ini dibawanya hingga menjadi Paus dan tidak pernah berubah sampai akhir hayat.
Bahkan dalam kematiannya, Paus Fransiskus tetap memilih cara yang paling sederhana. Ia dimakamkan dalam peti kayu polos tanpa hiasan, disemayamkan di lantai Basilika Santo Petrus, tanpa keranda agung atau panggung tinggi. Ia mengenakan kasula merah, mitra putih, dan rosario yang digenggam di tangan simbol kesetiaan dan pelayanan yang rendah hati.
Sebagaimana dalam hidup, begitu pula dalam kematiannya, Paus Fransiskus menyampaikan pesan kuat kepada dunia: bahwa keagungan sejati tidak terletak pada kekuasaan atau kemewahan, tetapi dalam kasih, kerendahan hati, dan kesetiaan kepada Kristus.
Dalam keheningan upacara pemeteraian peti jenazahnya, dunia menyaksikan warisan rohani yang begitu dalam: kesederhanaan bukanlah kekurangan, tetapi kekuatan yang membebaskan, mendekatkan, dan menginspirasi.
Disarikan dari Vatican News