Kita memilih untuk menyerahkan diri kepada cara Allah menyelamatkan dunia. Bukan dengan menghapus penderitaan, tetapi dengan berjalan bersama kita melaluinya.”
Di tengah kehidupan yang penuh dengan pergumulan, luka, dan harapan yang belum terpenuhi, manusia sering kali bertanya: "Di manakah Allah saat aku menderita?" Dalam dunia yang mengagungkan kekuatan, solusi instan, dan pelarian dari rasa sakit, pesan Injil justru menyuarakan sesuatu yang amat berbeda. Allah tidak datang untuk mencabut semua penderitaan dalam sekejap. Ia datang untuk menyertai kita, menjadi sahabat di jalan salib kita masing-masing.
Bukan Allah yang Menyingkirkan Penderitaan
Allah bukanlah penyihir yang menghapus segala kesakitan dengan sekejap tangan. Sebaliknya, Dia adalah Bapa yang penuh kasih, yang memilih jalan solidaritas jalan yang Ia tunjukkan melalui Yesus Kristus. Dalam diri Kristus, Allah sendiri masuk ke dalam penderitaan manusia menangis, terluka, disiksa, bahkan wafat. Ini adalah misteri agung dari kasih yang sejati, kasih yang tidak takut menderita bersama.
Yesus tidak lari dari salib. Dia tidak membungkam jeritan manusia dengan keajaiban besar, melainkan mengangkat beban itu ke pundak-Nya sendiri. Di Getsemani, Yesus berdoa agar cawan penderitaan dijauhkan, namun Ia akhirnya berkata, “Bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu yang jadi.” Di sinilah kita belajar bahwa keselamatan bukan berarti pelarian dari realitas, melainkan penerimaan dan kesatuan dengan kehendak Allah yang penuh kasih.
Menyerahkan Diri: Keputusan yang Radikal
Menyerahkan diri kepada cara Allah menyelamatkan dunia adalah keputusan yang tidak mudah, bahkan radikal. Dunia menawarkan banyak cara “penyelamatan” yang instan: kekuasaan, uang, popularitas, kenyamanan. Tapi Kristus menunjukkan jalan yang lain: kasih yang siap menderita, memberi, dan berjalan bersama. Ketika kita memilih untuk percaya pada jalan ini, kita tidak hanya menapaki jejak-Nya, tetapi juga menemukan makna terdalam dalam setiap luka dan air mata. Iman sejati bukanlah jaminan bahwa kita tidak akan terluka. Iman sejati adalah keberanian untuk tetap mencintai, tetap berharap, dan tetap percaya meski berada dalam kegelapan. Karena dalam kegelapan itulah, cahaya Allah paling terang bersinar.
Allah Berjalan Bersama Kita
Inilah inti kabar gembira: Allah tidak jauh. Ia tidak tinggal diam. Ia berjalan bersama kita. Dalam setiap duka dan kebingungan, Ia hadir. Dalam kesendirian, dalam pergumulan batin, dalam sakit dan kehilangan Ia adalah Imanuel, Allah yang beserta kita. Salib bukan akhir, tetapi jalan menuju kebangkitan. Karena itu, kita tidak takut untuk berjalan. Kita tidak sendirian. Kristus telah berjalan lebih dahulu dan kini Ia berjalan di samping kita.
Penutup : Harapan yang Hidup
Maka hari ini, entah apa pun penderitaan yang sedang kita alami, mari kita memilih untuk percaya. Mari kita memilih untuk menyerahkan diri, bukan kepada solusi instan, tetapi kepada kasih Allah yang setia. Ia tidak menghapus penderitaan, tetapi menjadikan penderitaan sebagai jalan untuk menyatakan kasih-Nya yang paling dalam.
Karena pada akhirnya, kasih bukanlah tentang lari dari salib, tetapi tentang setia berjalan bersama dalam salib itu hingga fajar kebangkitan tiba.
Disarikan dari Vatican News